Perpres Nomor 64 Tahun 2020 Inkonstitusional!!!

Oleh: Aan Julianda S.H.,M.H

Pemerintah kembali menaikan iuaran BPJS melalui Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020, perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan kesehatan. Sebelumnya pada tahun 2019 pemerintah juga telah melakukan perubahan Peraturan Presiden tersebut melalaui Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 dan pada saat itu dilakukan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) tersebut ke Mahkamah Agung (MA) oleh Kuasa Hukum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) sebagai Pemohon, khususnya tentang iuran BPJS.

Dari hasil uji materi tersebut Mahkamah Agung mengabulkan gugatan pemohon, sehingga terhadap iuaran BPJS tersebut kembali mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2019. Tetapi melalui Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020 pemerintah kembali menaikan iuaran BPJS dan tidak menaati putusan Mahkamah Agung.

Posisi Putusan Mahkamah Agung (MA) dalam Negara Hukum.

Kewenangan Mahkamah Agung (MA) dalam menguji aturan dibawah undang-undang diatur dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 menyatakan:

”Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-undang”.

Jadi, secara konstitusional, uji materi yang dilakukan oleh Kuasa Hukum Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) Indonesia telah sesuai dengan konstitusi. Selanjutnya, mengenai sifat dari putusan Mahkamah Agung tersebut bersifat final dan mengikat.

Yang dilakukan Presiden Joko Widodo bertentangan dengan Asas Erga Omnes. Dalam asas Erga Omnes Kewibawaan suatu putusan yang dikeluarkan institusi peradilan terletak pada kekuatan mengikatnya. Putusan suatu perkara judicial review/uji materi haruslah merupakan putusan yang mengikat para pihak dan harus ditaati oleh siapapun.

Dengan asas ini maka tercermin bahwa putusan memiliki kekuatan hukum mengikat dan karena sifat hukumnya publik maka berlaku pada siapa saja, tidak hanya para pihak yang berperkara. Dengan kata lain, berdasarkan Asas Erga Omnes, maka yang terikat untuk melaksanakan putusan judicial review tersebut bukan hanya pihak yang berperkara, melainkan semua pihak yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang diputus tersebut.

Dari Rechtstaat ke Machstaat

Selain itu, Presiden Joko Widodo juga melanggar UUD 1945 dimana tercantum dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menyatakan “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Selain itu, dapat dilihat dalam pembukaan UUD 1945 Alenia ke-IV. Dalam konsepsi negara hukum, pengadilan dianggap sebagai pilar utama serta proses pembangunan peradaban bangsa. Dalam negara hukum setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam lapangan pengaturan maupun pelayanan harus dengan sangat didasarkan pada peraturan perundang-undangan, artinya pemerintah tidak dapat melakukan tindakan sewenang-wenang.

Tegaknya hukum dan keadilan terhadap nilai luhur kemanusiaan menjadi syarat martabat dan integritas bangsa. Kalau putusan peradilan diabaikan, maka semangat negara hukum (Rechtstaat) berubah menjadi negara kekuasaan (Mahtstaat). Dalam negara hukum, penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan berdasarkan hukum, bukan kekuasaan belaka serta pemerintahan negara berdasar pada konstitusi yang berpaham konstitualisme. Tanpa hal tersebut sulit untuk disebut sebagai negara hukum.
Perpres Nomo 64 Tahun 2020 yang menjadi sorotan publik sangat inkonstitusional, karena telah jelas dalam putusannya Mahkamah Agung membatalkan perihal kenaikan iuran BPJS tersebut. Negara dalam hal ini pemerintah harus segera menarik Prepres tersebut, kalau Perpres tersebut tetap diberlakukan maka sama saja dengan mencoreng marwah peradilan dan melanggar Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 serta melukai masyarakat Indonesia.