Mundurnya Nilai Demokrasi Pilkada Muratara

ICNEWS-ONLINE.COM – Pemilihan Kepala Daerah tentunya menjadi sebuah moment  yang tepat bagi seluruh masyarakat untuk menentukan dan memilih pasangan bakal calon kandidat secara tepat sesuai hati nuraninya masing-masing. Artinya bahwa pasangan balon kandidat yang dipilihnya itu benar-benar berjiwa membangun daerah dan masyarakatnya ke arah yang lebih baik. Yakni ke arah perubahan yang lebih maju dari periode-periode sebelumnya.

Menurut pandangan saya sebagai pemuda, saya melihat Di beberapa media sosial maupun diskusi-diskusi pesta demokrasi yang terjadi pada pilkada muratara ini tidak dirasakan pada kaum muda khususnya.

Karena pilkada ini jauh diluar ekspektasi yang diharapakan bisa dikatakan tidak ada nilai nilai pembelajaran dalam berpolitik. Tidak berkonsep tidak berprinsip dan krisis moral. Yang ditampilkan selalu politik menghujat mencaci dan saling menjatuhkan sehingga dapat merugikan dan membahayakan diri sendiri.Begitupula dengan tim pemenangan yang seharusnya bicara tentang apa keunggulan kandidat yang didukung dgan kandidat lainya.

Apa konsep yang ditawarkan?
Apa Visi Misi kandidat?
Apa program kerja kedepan?
inilah yang seharusnya menjadi konsumsi bagi para pemuda dalam pesta demokrasi ini. Sehingga tidak membawa pemuda pada politik praktis tidak membuat pemuda berpikir pragmatis tidak membuat pemuda kehilangan nilai kritis dan kualitas dirinya.

Jelas dalam proses pilkada pun para elit lokal memainkan peranannya untuk kepentingannya. Disini pula mereka melakukan money politics yang seharusnya tak perlu mereka lakukan.
Akibat adanya money politics terjadilah persaingan tak sehat antar para kandidat. Masing-masing kandidat menunjukkan ambisi untuk menjadi Bupati, tanpa memaklumi kekalahannya lalu dimana letak nilai demokrasi diterapkan?

Ketika menjadi Bupati pun pembangunan tidak berjalan maju sebab tidak ada komitmen dan kompromi antar para stakeholder untuk membangun suatu daerah.
Karena tidak ada komitmen dan kompromi bersama, maka para stakeholder berjalan masing-masing alias mengejar kepentingannya sendiri.

Disinilah muncul kecolongan untuk bersatu membangun daerah. Yang ada hanyalah saling menjatuhkan, menganggap dirinya lebih hebat dari yang lainnya. Dari kecolongan itulah mengakibatkan pembangunan di segala bidang terbengkalai.

Pembangunan tidak bergerak maju sebab tidak ada kesepakatan antara para stakeholder dan masyarakat. Pemerintah mempertahankan pendapatnya sendiri, sementara masyarakat pun mempertahankan pendapatnya. Nah, disinilah terjadi jurang pemisah antara mereka sebab tidak ada kesepakatan lebih lanjut.
Melihat carut-marutnya kondisi kepemimpinan daerah yang akan berlalu, sebagian kaum muda berpendapat bahwa pemimpin daerah yang bakal terpilih nanti lebih baik dari kalangan orang muda.  jika tidak lebih baik maka kami menilai kalangan orang tua tak mampu membangun daerah.

Penulis : Rio Prasetyo Pemuda Muratara