Bengkulu-ICNEWS-ONLINE.COM-Pusat Kajian Agama, Politik dan Peradaban(PUSKAPP) melaksanakan diskusi melalui vedeo conference (vidcon) yang di moderator oleh Dr Qolbi Khoiri, M. Pd.I (Direktur PUSKAPP) pukul 20.00 Wib hari rabu/27/5/2020.
Adapun dalam diskusi ini hadir Narasumber : Dr Hamzah, MM (mantan ketua PD IDI Provinsi Bengkulu, Elfahmi Lubis, M.Pd (Dosen Universitas Muhammadyah Bengkulu), Kusmito Gunawan, SH, MH (ketua fraksi PAN DPRD Kota Bengkulu) dan Medio Yulistio, SE (Direktur Akademi Peradaban Desa)
Dalam diskusi ini menghasilkan kesimpulan yaitu, “Negara-negara yang telah melaksanakan New Normal adalah negara-negara yang memiliki protokol krisis dan sudah berhasil dalam “menjinakkan” virus Corona. Dimana mereka secara serius melakukan proses pembatasan seluruh aktifitas secara masif, memantau pergerakan manusia (tracing) dan menyiapkan sistem kesehatan yang memadai bagi penderita positif Covid-19″.
Mereka mampu menyeimbangkan antara pentingnya tugas pemerintah dalam melakukan mitigasi wabah sekaligus melindungi hak-hak rakyat (memberikan jaminan sosial serta ekonomi) selama proses lockdown-social distancing-phsycal distancing berjalan. Dan Pemerintah kita gagal dalam hal kedua-duanya.
Benang merah dalam diskusi ini adalah semua meyakini pelaksanaan “New Normal” oleh Pemerintah tanpa indikator yang tepat (ditetapkan WHO) maka hanya akan menambah ledakan pasien (positif) terjangkit oleh Covid-19 di Indonesia.

Pertanyaannya, sudah siapkah seluruh infrastruktur pendukung dari regulasi tersebut. Atau apakah manajemen kesehatan sudah benar-benar disiapkan; tim medis, tenaga kesehatan, alat kesehatan, sarana dan prasarana dalam mengatasi jika terjadi kemungkinan terburuk atas penyebaran Virus Corona? Atau juga dalam pertanyaan lainnya, apakah upaya-upaya tersebut (sebelumnya) pernah dilakukan secara maksimal oleh pemerintah dan telah berhasil menurunkan angka kasus Covid-19 di Indonesia?
Langkah New Normal ini tidak memiliki dasar argumentasi yang kuat secara keilmuan (selain penyelamatan ekonomi), tidak ada dialektika kebangsaan secara komperehensif tanpa melibatkan seluruh pihak berkompeten, yang dapat diuji oleh logika formal didalamnya, khususnya dari kacamata para ilmuwan, pakar ataupun dari sudut pandang aspek medis serta pendapat non medis lainnya.
Tanpa melibatkan seluruh fakta, New Normal bukan menjadi langkah yang efektif. Justru akan menjadi masalah baru akibat dari dampak yang akan terjadi dikemudian hari.
Mari kita susun ulang definisi New Normal secara luas dan mendalam. Setelah itu, jangan-jangan kita menemukan sebuah fakta bahwa langkah ini sama dengan-sama persis-atau sama halnya terhadap apa yang disebut dengan Herd Immunity?
Dimana kita “dipasrahkan” kepada alam untuk dipilih sebagai orang yang terjangkit ataupun orang yang (tidak) selamat dari pertempuran terhadap Covid-19.
Medio Yulistio menambahkan, “Dirkursus penanganan Covid-19 harus dibuka oleh setiap orang atau kelompok. Agar Pemerintah mendapatkan wawasan atau referensi lain dari sudut pandang masyarakat. Pemerintah tidak boleh dibiarkan sendiri dalam menghadapi wabah pandemi global ini. Harus ada kesamaan visi antara Pemerintah dan rakyat untuk seiring sejalan. Dimana pada akhirnya setiap kebijakan yang dihasilkan pemerintah tepat sasaran dan efektif. Bukan hanya dalam kacamata stabilitas ekonomi, tetapi juga dalam hal sosial, politik dan budaya” ucap Ketum Hmi Cabang Bengkulu Periode 2010-2011 ini.
Kita semua berharap kebijakan (perundang-undangan) yang nantinya dihasilkan pemerintah selalu berorientasi pada keselamatan rakyat. Meminjam istilah Cicero, filsuf berkebangsaan Italia; “Salus populi suprema lex esto”, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara. Jadi sudah menjadi tugas penyelenggara Pemerintahan untuk selalu berpikir demikian, cetus Medio tokoh Pemuda Bengkulu yang pernah berkiprah menjadi aktifis ditingkat nasional ini. (rls/med)